Ide ini ditemukan oleh Maharani Dian Permanasari saat mahasiswa
pascasarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB). Menurutnya, saat ini
kemampuan meredam suara dari pelepah pisang belum meliputi seluruh
frekuensi suara. Suara frekuensi rendah 125 hertz bisa meredam hingga 51
persen, tetapi pada frekuensi 160 hertz tidak sampai meredam 21 persen.
Pada frekuensi tinggi, 2.000 hertz, bisa meredam sampai 55 persen, tapi
pada 1.600 hertz hanya 40 persen.
”Jika anyaman pelepah pisang dipasang di rumah sebagai peredam suara
ruang home theatre, tentu harganya lebih terjangkau ketimbang peredam
suara impor,” kata wanita yang kini menjadi dosen di Universitas
Surabaya.
Menurut Maharani, dia menggunakan lapisan ketiga dan keempat atau di
tengah pokok pohon pisang. Alasannya, lapisan pertama dan kedua terlalu
rapuh karena kering, sementara lapisan kelima dan keenam sulit dibentuk
karena terlalu banyak kandungan airnya. Pelepah pisang memiliki karakter
berpori, berongga, serta berserat sehingga tampil unik.
Setelah menjajal berbagai jenis pisang, pilihan jatuh pada pisang kepok.
Sebelumnya, Maharani sudah mencoba pelepah pisang susu (Musa sativa L),
pisang raja (Musa paradisiaca), maupun pisang batu (Musa balbisiana
Colla), tetapi daya redam suaranya tidak ada yang bisa mengalahkan
pelepah pisang kepok.
”Sewaktu diuji di Puslitbangkim, peneliti di sana sempat heran karena
yang biasa diuji akustik adalah bahan seperti gipsum atau kayu,”
ujarnya.
Hak cipta dari desain pelepah pisang sebagai bahan akustik itu sudah
didaftarkan Maharani ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Di
sela tugasnya sebagai dosen, Maharani terus meneliti mengenai aplikasi
pelepah pisang kepok untuk dipakai secara massal hingga kemungkinan
dijual secara komersial.
Dengan penelitian ini, Maharani berharap agar produksi pisang di
Indonesia makin didorong karena tidak hanya buahnya yang dipanen, tetapi
juga batang pohon pisang ikut memberikan nilai ekonomis kepada
petaninya.
Post a Comment